Halo teman-teman, pada kesempatan kali ini saya tidak
berbicara mengenai materi inspirasi dulu ya. Postingan kali ini lebih kepada
pemikiran saya mengenai fenomena berfikir positif. Ini diawali ketika saya melihat
timeline di akun twitter saya. Saya tergerak untuk membuat tulisan tentang
berpikir positif setelah melihat banyaknya sahabat-sahabat saya yang begitu
mengkultuskan konsep berfikir positif. Apa-apa serba positif, serba tanda
tambah.
Lho, kita harus selalu
berfikir positif dong? Jangan sampai berfikir negatif, itu buruk buat diri kita
sob.
Nah, inilah paradigma yang umum mengenai konsep berfikir
positif tersebut. Apakah ketika kamu hendak tidur, kamu tidak perlu mengunci
pintu rumahmu seraya berfikir,”Ah, positif thinking aja lah. Orang dilingkungan
rumahku kan baik-baik”. Kemudian, misalanya bagi kamu yang memiliki kebiasaan
merokok. Ketika ada orang lain yang memberikan saran agar kamu menghentikan
kebiasaan tersebut, kamu malah berfikir positif,”Tidak apalah saya merokok,
saya harus positif thinking bahwa dengan merokok ini, saya sudah membantu
pemerintah.” Trus, misalnya kamu mau ujian, ibu mu menyarankan kamu untuk
belajar, namun, bagi kamu yang sudah sangat positif ini berfikir,”Ga perlu
belajar lah, yang penting positif thinking aja pasti lulus.” Silly us, eh!
Sebenarnya, berfikir positif dapat menjadi sangat powerful
demikian pula halnya dengan berfikir negatif. Asalkan hal tersebut sejalan dengan
prinsip yang telah saya emban, yaitu “Everything
is evaluated by it’s context and ecology”. Dulu, saya juga tergabung dalam
pasukan penegak “positif thinking”. Setelah memahami makna dari prinsip
berfikir saya tadi, saya menjadi lebih fleksibel dalam pendekatan saya. Pada dasarnya,
berfikir negatif juga penting sebagai langkah preventif, tapi dikonteks lain, berfikir
negatif sangat tidak berguna. Ini berbicara mengenai konteks. Suatu hal dapat
berguna di satu konteks, tapi sangat tidak berguna di konteks lainnya.
Ada hal lain yang bisa menjadi pertimbangan teman-teman. Daripada
memikirkan yang ini positif, dan yang lainnnya negatif, dari pada terjebak
dalam dua ekstrim tersebut, ada baiknya kita tinjau cara pandang baru. Yaitu dengan
memahami, “Yang mana yang lebih
Bermanfaat”. Kita tidak perlu terjebak dalam 2 kutub yang dipersoalkan
banyak orang, tetapi kita keluar sejenak dari masalah kita dengan kacamata yang
lebih realistis, yang mana yang lebih
bermanfaat.
Sekian sharing singkat saya, semoga memberi sudut pandang
baru bagi teman-teman sekalian. Jika teman-teman mempunyai pendapat lain, saya
akan sangat senang bisa bertukar pikiran dengan teman-teman. Keep Learn &
Share